Friday 13 July 2012

Sambal Cibiuk Mulai Menasional



RUMAH Makan Sambal Cibiuk, yang sajian utamanya sambal asli cibiuk, kini tidak hanya dinikmati di Garut, melainkan telah merambah ke berbagai daerah khususnya di kota- kota besar yang ada di Jawa Barat dan lainnya. Dan ini menunjukan bahwa sambal Cibiuk tidak hanya digemari masyarakat Garut melainkan juga digemari masyarakat yang ada di daerah lain. Sehingga bisa juga dikatakan sambal Cibiuk yang bahan serta cara pembuatannya sangat sederhana itu telah? Saba Kota? atau Go Nasional.

Dari pengakuan beberapa pengelola, ternyata sambal Cibiuk digemari juga oleh wartawan asing, sehingga bukan saja Saba Kota atau Go Nasional, melainkan juga sudah Go Internasional. Salah satunya kini telah berdiri di Kota Bekasi, tepatnya di Jalan Veteran No 28. Menurut pemiliknya Iyus didampingi salah seorang karyawannya Maman, rumah makan tersebut baru berdiri sekitar 3 bulan lalu, tapi dalam waktu yang singkat itu sudah memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Sedangkan yang menjadi daya tarik serta selera bagi para pengunjung sama seperti halnya rumah makan sambal Cibiuk yang ada didaeah aslinya yang berhawa dingin, yaitu sambal yang bercampur dengan lalaban khasnya, seperti tomat muda.

Saat Musabaqah Tilawatil Qur?an (MTQ) Jawa Barat yang digelar 16 hingga 22 April lalu dikota yang bertetanggaan dengan DKI Jakarta ini, sama seperti para pedagang lainnya Iyus pun ketiban rejeki melimpah, sehingga pengelola kewalahan dengan membeludaknya para pengunjung tersebut.

Dikatakan Maman, selama perhelatan seni membaca Alqur?an itu berlangsung, pengunjung lebih meningkat dari hari ke hari biasanya mencapai 50 hingga 100 persen.

?Mereka rata-rata datang selain dari daerah-daerah yang berasal dari Priangan juga daerah lainnya,? tutur Maman.

Salah seorang pengunjung yang berasal dari kecamatan Cibatu Ny Ai Karnengsih mengaku sangat senang amakan di rumah maka tersebut.

Menurut dia makan di Rumah Makan Sambal Cibiuk serasa makan di lembur sorangan. Bedanya menurut dia hanyalah pedasnya saja. ? Mungkin pengelola sengaja mengurangi pedasnya,disesuaikan dengan udara setempat,? tutur Ai. 

Berpedas-pedas di Cibiuk

Selasa, 17 Januari 2012
 
  Beragam jenis makanan di Rumah Makan Cibiuk.

Oleh: Yulia Sapthiani

SAMBAL Cibiuk bukan sembarang sambal. Selain punya nilai sejarah, rasanya juga wow...! Segar, tanpa jejak rasa panas di mulut.
Dari kisah turun-temurun, seperti yang diceritakan Manajer Rumah Makan (RM) Cibiuk di Jalan 0to Iskandar Dinata, Garut, Endang Sambas, sambal Cibiuk adalah warisan dari Sheikh Jafar Sidik, tokoh yang disejajarkan dengan wali karena menyebarkan agama Islam di Garut pada abad ke-18.
Setiap kali menyebarkan ajaran agama di rumahnya, Jafar Sidik selalu menjamu tamunya dengan makanan, termasuk sambal yang dibuat salah satu putrinya, Eyang Fatimah. Dari cerita inilah, Fatimah dikenal sebagai orang pertama yang membuat sambal Cibiuk.
Sejak zaman itu pula, hingga sekarang, konon cita rasa sambal Cibiuk tak berubah, yaitu pedas tanpa meninggalkan jejak rasa panas di mulut, sekaligus segar. ”Itu karena cabai rawitnya adalah cabai rawit pilihan,” kata Sambas, sedikit mengungkapkan rahasia sambal Cibiuk yang tak meninggalkan panas di mulut itu.
Selain cabai rawit berukuran besar, atau yang sering disebut cengek domba oleh orang Sunda, bahan lain untuk membuat sambal Cibiuk adalah tomat, kemangi, bawang merah, kencur, garam, dan terasi. Namun, tak seperti sambal pada umumnya yang diulek halus, sambal Cibiuk diulek kasar. Maka, potongan tomat mengkal dan lembaran daun kemangi yang masih utuh membuat sambal ini lebih terlihat seperti lalap.
Ada beberapa variasi sambal yang disediakan rumah makan yang sudah tersebar ke beberapa kota di Jawa Barat dan Jakarta itu. Dalam daftar menunya, di antaranya ada sambal asli Cibiuk hijau, sambal asli Cibiuk merah, dan sambal ceurik yang rasanya ekstra pedas.
Sambal hijau, yang menjadi favorit konsumen, dibuat dari tomat hijau dan cabai rawit hijau atau kekuningan. Sementara sambal merah berbahankan cabai rawit dan tomat merah.
Lalu, demi memenuhi permintaan pelanggan yang tak puas dengan pedasnya sambal hijau dan merah, dibuatlah sambal ceurik dengan rasanya yang ekstra pedas. Saking pedasnya, bisa-bisa Anda dibuat ceurik (nangis) saat mencicipi sambal ini.
”Bahan sambal ceurik sebenarnya sama seperti sambal yang lain. Hanya saja, komposisi cabai rawitnya lebih banyak dan diulek lebih halus,” kata Sambas.
Petualangan mencicipi sambal di tempat yang menjadi pusat dan dapur rumah makan Cibiuk di beberapa kota ini tak terbatas pada sambal asli Cibiuk. Rumah makan yang awalnya berdiri di wilayah Cibiuk ini juga memberi kepuasan lain kepada penggemar sambal.
Tak jauh dari pintu masuk, kita bisa menemukan saung kecil yang di atas mejanya tersaji berbagai jenis sambal, mulai dari sambal mentah, sambal goreng, sambal mangga, sambal kecap, hingga sambal dabu-dabu. Kesemuanya ini disajikan gratis bagi konsumen, lengkap dengan beberapa jenis lalap.
Beragam variasi sambal ini begitu nikmat disantap dengan masakan khas rumah makan tersebut. Sebut saja berbagai jenis pepes, tumis gencer oncom, gurami bakar cobek, dan menu yang paling terkenal, yaitu ayam bambu.
Selain dibakar dalam bambu, menu ayam bambu ini juga mempunyai keunikan karena diracik bersama bahan yang jarang dipakai untuk memasak, seperti daun pohpohan dan daun belimbing.
”Kami memang memakai bahan yang agak jarang ditemukan, seperti daun pohpohan, daun mamangkokan, dan kiciwis,” kata Sambas, menyebut beberapa jenis daun dan sayuran yang dulunya sering dikonsumsi sebagai lalap atau untuk ditumis.
Pemandangan alam
Kenikmatan menyantap menu di RM Cibiuk semakin lengkap dengan suasana yang disajikan. Rumah makan milik Iyus Ruslan, yang cikal bakalnya berupa warung kecil sewaan ini, memanjakan pembelinya dengan menyediakan tempat bernuansa alam.
Selain deretan kursi dan meja makan di dalam ruangan, pengunjung juga bisa menikmati kuliner khas Cibiuk sambil lesehan, bersantai di saung yang berderet di bagian belakang bangunan rumah makan dan toko oleh-oleh.
Di tempat ini, konsumen diajak menikmati alam dengan adanya sawah dan kolam ikan yang dibuat di depan saung. Seolah tak cukup dengan sawah dan kolam ikan buatan, nuansa alam asli tersaji dengan pemandangan Gunung Guntur yang menjadi halaman belakang rumah makan. Gunung ini adalah salah satu gunung besar yang melingkupi Garut, selain Papandayan dan Cikuray.
”Makan di sini lumayan komplet. Selain bisa menikmati makanannya, kita juga bisa menikmati pemandangan alam,” ujar Dinar, warga Jakarta yang menjelang akhir Desember lalu berlibur ke Garut bersama keluarganya.
http://travel.kompas.com/read/2012/01/17/14514216/Berpedaspedas.di.Cibiuk

Kisah sukses pemilik rumah makan Cibiuk "daripada membakar uang untuk rokok lebih baik untuk sedekah"

Minggu, 05 Februari 2012

Kisah sukses pemilik rumah makan Cibiuk "daripada membakar uang untuk rokok lebih baik untuk sedekah"

Sumber : Harian Republika, Jum'at 3 Februari 2012

Namanya kecanduan, memang susah berhenti. Seperti kecanduan rokok. Menurut Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), dari beberapa penelitian sekitar 70-80 persen perokok ingin berhenti merokok, tapi hanya 3 persen yang berhasil.

Di Amerika Serikat, dalam periode 1964-1974 sebanyak 40 juta orang berusaha berhenti merokok. Tapi hanya sekitar 25 persen yang berhasil (Ambros Prechtl, N.D., Portrait of An Ex Smoker, Abul-Qasim Publishing House, Jeddah 1413 H.

Pun demikian yang pernah dialami Haji Iyus Ruslan (46), bos jaringan 33 Rumah Makan Cibiuk di 19 kota. Sebelum Berjaya dengan usaha rumah makan dan pabrik coklat saat ini, Iyus sukses menuai sukses bisnis beras warisan orang tuanya.

Seperti jamaknya pengusaha, Iyus dulu juga “ahli hisap” alias “ahlul udud”. Terlebih setelah juragan beras asal Cibiuk, Garut ini bangkrut. Stress, maka ngebulnya makin kenceng.
Putra ketiga dari 7 bersaudara keturunan (alm) H Ali Muchtar dan Hj Umayah ini berkisah, pada 1999 usaha berasnya bangkrut tak ketulungan. Padahal bisnis itu sudah berkembang, hingga menjangkau pasar DKI Jakarta, Jawa Barat, hingga Jawa Timur, Iyus juga memiliki sebuah pabrik penggilingan padi besar seluas 2-3 ribu m2, sejumlah truk, jaringan di sejumlah gerai, dengan 30-40 karyawan.

Namun, semua itu tak tersisa pada 1999. “Saya salah langkah,” kenang Iyus. Saat itu utangnya menumpuk, dan ia diuber-uber banyak pihak yang bermaksud menagih pembayaran. Padahal hartanya yang tersisa “tinggal hanya baju di badan”.

Beberapa bulan kemudian, Iyus mulai menggeliat bangkit. Dengan dukungan keluarganya, ia coba mengandalkan sambal Cibiuk dalam usaha warung makan lesehan. Sebuah rumah kumuh seluas 200m2 di jalan Ciledug pinggiran Garut, dia sewa untuk dijadikan warung makan sederhana.

Dari warung makan Cibiuk perdana itulah, usaha Iyus berkembang dan beranak pinak. Cabang pertamanya di jalan Otista Garut, kemudian merambah ke Bandung. Setelah membiak di kota Kembang, lalu merambah Bekasi, Bogor, Depok, Jakarta, Aceh, dan seterusnya hingga lebih dari 20 outlet kini.

Semua itu, dirasa Haji Iyus sebagai sebuah miracle. Keajaiban. Bayangkan, katanya, “Saya ini memulainya sebagai pengusaha kategori keempat menurut Ustadz Yusuf Mansur, yaitu tak punya modal, pengalaman, dan tak punya keahilian,” kenang Haji Iyus sambil terkekeh.

Suami dari Rossalina ingat betul, sewaktu membuka warung makan pertama ia memanen cibiran dan pesismisme. Pasalnya, lokasi Cibiuk di dekat pemukiman penduduk yang sepi dan rawan keamanan. Pelintas bakal takut mampir karena takut mampir karena khawatir kendaraannya hilang. Tapi bismillah, dengan dukungan keluarga dan terutama do’a restu orangtuanya, Iyus jalan terus hingga kemudian sukses besar.

Ia mengungkapkan, suksesnya diraih dengan ikhtiar manajerial dan spiritual. Prinsip usahanya adalah fokus, kreativitas yang unik, kerja keras, serta system administrasi yang baik. Misalnya sambal Cibiuk, menu andalan usahanya, kini dimoifikasi dengan 10 macam varian.

Tapi itu saja tidak cukup. Harus dibarengi laku spiritual, yaitu riyadhoh dan sedekah. Pengusaha kelahiran 5 Desember 1966 ini mengaku mendapat pencerahan sedekah dan riyadhoh setelah mengenal dan berhubungan akrab dengan ustadz Yusuf Mansur selama tiga tahun terakhir.

“Saya bersama keluarga berusaha giat melakukan riyadhoh, meningkatkan ibadah wajib atau sunnah,” ungkap ayahanda dari Galih Ruslan (20), Fani Prawesty (17), Ratu Vilia (16), Zahira Gaitsa (9), dan Nazwa Revalina (6).

Secara berkala, Iyus bersedekah kepada pelanggan rumah makannya dalam bentuk hadiah undian. Misalnya berupa motor. Juga berupa diskon.

Sedekah juga jadi kunci sukses bisnis Iyus. Salah satu keputusan besarnya adalah berhenti merokok, lalu menyalurkan anggaran rokok untuk menghidupi anak dhuafa termasuk membiayai pendidikannya.